1 lebih 40 dinihari, jalanan
terlelap. Bapak-bapak tukang becak sibuk menata mimpinya. Kursi trotoar telah
kuyup diguyur embun, orang-orang yang tidak tinggal di rumah malam itu, lebih
memilih menggelar tikar, juga koran-koran, untuk sekadar mengistirahatkan
badan.
Tampaknya aku terlalu pagi kali
ini, pasar belum sepenuhnya buka, meski lalu-lalang sudah menyesakkan jalan
raya. Membeli bahan-bahan untuk makan sahur tidak enak dilakukan sebelum tidur,
jadi harus bangun dini hari, tetapi berhubung pasar belum buka, aku putuskan
duduk dulu di kursi trotoar, dengan sebatang kretek yang terbakar.
Belum habis kretek kuhisap, sebuah mobil hitam berhenti tepat di
depan ku. dari pandangan, terlihat lamat-lamat, seorang laki-laki di jok depan,
dan beberapa perempuan di jok belakang. Tidak lama, turun 3 orang perempuan
yang masih muda, dengan setengah sadar dan make up yang hampir pudar.
Tanpa kata-kata sampai jumpa,
mobil hitam itu melaju membelah malam. 3 perempuan yang setengah sadar itu
kesulitan membenahi berdirinya, mungkin sedang mabuk, entah mabuk perjalanan
atau mabuk alkohol. Dengan langkah gontai, mereka mulai berjalan ke utara.
Entah ke mana.
Mereka sempat menjadi pusat
perhatian orang-orang lalu lalang. 3 perempuan, menyusur dinihari muram. Entah
kenapa, dalam pikiran yang masih menduga-duga, tiba-tiba saya putuskan untuk
langsung beranjak pergi, mereka ke arah utara dan saya ke arah sebaliknya, tapi
pikiran saya masih pada mereka.
Mungkin, banyak pikiran yang
menyalah pahami 3 perempuan di pinggir jalan, dengan pakaian ketat dan rambut
yang terurai agak berantakan itu. Tapi entah, saya gak berpikir ke situ. Mereka
bisa jadi cermin, kerentanan sekaligus keberanian perempuan. Menyusur remang
jalanan, yang saya tidak yakin semua orang yang melintas di sana adalah orang baik,
termasuk saya sendiri. Selalu ada ancaman dan misteri pada tiap sudut gelap
malam. Mereka cukup berani, atau mungkin tidak peduli lagi dengan dirinya
sendiri. Malam itu, mungkin tidak ada lagi yang mau melindunginya selain
TuHannya, tidak ada manusia lain yang peduli, kecuali hanya sekadar menertawai
dan membicarakannya. Terlepas dari dogma bahwa perempuan yang keluar malam itu
adalah perempuan yang buruk, jangan-jangan, pikiran dan prasangka saya yang
lebih buruk? Dan jangan-jangan saya yang hina?
Mereka telah hilang dari
pandang, tapi pelajaran masih membekas di pikiran, terimakasih sudah
mengingatkan.
0 Komentar