Duduk di
pematang sebuah ladang yang tak terlalu luas, yang masih sedikit basah oleh
embun, sambil menghisap rokok yang dilinting dengan klobot jagung, seorang pria
sedang tenggelam dalam perenungan. Dalam perenungannya, pria itu merasa sangat
bersyukur ditakdirkan menjadi seorang bernama Sumarjan. Ya, Sumarjan merasa
bahwa dirinya menjadi orang yang sangat berbahagia, dan merasa segala keadaan
yang dialaminya adalah yang terbaik, setidaknya itu menurut penilaian Sumarjan sendiri, dan itulah yang terpenting.
Bagaimana
tidak bahagia, setiap Sumarjan pergi ke ladangnya, yang dalam perjalanannya
saja Sumarjan sudah disuguhi pemandangan yang indah. Hamparan ladang-ladang
semi terasering yang menghijau dengan beraneka macam tanaman yang menghijau di
atasnya. Sesampainya di ladang, sumarjan memperhatikan pertumbuhan setiap
tanaman. ia memperhatikan pada setiap daun baru, pada setiap cabai dan tomat hijau
yang menguning dan akhirnya memerah, pada setiap kacang panjang yang semakin
memanjang, pada setiap kelopak bunga terong dan pada setiap buah yang semakin
ranum. Sumarjan menjadi bahagia dengan semua itu dan menyadari kekuasaan TuHan
pada semua itu.
Pada pagi itu
ia tiba-tiba teringat dengan pak kaji yazid, ia menambah syukurnya
karena tidak ditakdirkan menjadi pak kaji pemilik penggilingan padi terbesar
sekaligus menjadi orang terkaya sekecamatan. Pak kaji yazid yang sepanjang
hari-harinya diisi dengan marah-marah. Marah kepada buruh-buruhnya yang
kerjanya tak sesuai atau kelihatan malas-malasan. Marah kepada anaknya yang
hanya suka foya-foya dan sering membantah kemauannya, marah kepada istrinya
yang sering salah dalam kalkulasi bisnis penggilingan padi mereka.
Sumarjan berpikir
tentu setiap saat pak kaji yazid dipenuhi dengan kekhawatiran akan banyak hal. Khawatir
akan kemungkinan kerugian, entah karena salah perhitungan tentang keadaan pasar
atau karena cuaca buruk. Khawatir akan kehilangan harta bendanya yang ia kumpulkan
susah payah. Khawatir akan masa depan anak-anaknya. Dan sebagainya. Dan
sebagainya.
“Ngguya-ngguyu
dewe..Hayo! Ngelamun opo mas? Ngelamun rondo teles pinggire pak kaji Yazid yo?”
Tanya Supiah, istri sumarjan, seketika membuyarkan perenungan Sumarjan. Supiah meletakkan
buntelan berisi makanan yang dibawanya dari rumah. Makanan hangat yang baru
selesai dimasaknya. Dengan makanan itu Supiah dan Sumarjan akan makan bersama. Setelahnya
mereka berdua akan mengerjakan apapun yang bisa mereka kerjakan di ladang
sampai menjelang tengah hari.
“Hehe, Nggowo
sarapan opo mbak?” Sumarjan menjawab pertanyaan supiah dengan pertanyaan. Supiah
memang sedikit lebih tua dari Sumarjan.
“Sego jagung
karo sambel teri mas”
Ya, Sambel teri
adalah makanan yang paling disukai Sumarjan. Tanpa bisa diantisipasi Supiah,
Sumarjan meraih tangan Supiah, kemudian merangkulnya erat-erat dan menghujaninya
dengan ciuman.
“It’s such a
Wonderful morning to give thanks to Alloh” bisik lirih Sumarjan
0 Komentar