“Kau
yang hidup di dalam ruang tunggu, bersama sanak saudara dan tetanggamu.
Tetaplah bersama-sama menunggu, meski tanpa tau nomor antrean dan ke mana akan
menuju.
Kereta
pasti akan datang, ia tidak akan menunggu dan tidak juga meninggalkanmu. Ia
akan segera membawamu, menuju kepastian yang tidak kau tau pasti.
Oh,
mungkin sejatinya kau tau, ke mana kau akan menuju, namun di sisi manakah
tepatnya, itulah yang masih rahasia. Di teraskah? Di tamankah? Atau di
pelukan-kah?
Tidak
perlu saling tuding dan saling terka-menerka.”
----
Di
dalam sebuah ruang tunggu yang didiami banyak orang dengan berbagai watak dan
keinginan, kita akan menemukan, bahwa keheningan yang terjadi adalah kegaduhan
dan kecemasan yang telah lelah menunggu kepastian, dan akhirnya kita hanya akan
menemukan satu kosa kata,” pasrah”.
Seorang
resi pernah bertutur bahwa hidup adalah proses menunggu. Menunggu hidup yang
benar-benar hidup. Dalam proses menunggu, kita akan dipertemukan dengan
berbagai macam hal, yang mungkin kita sukai, atau mungkin juga tidak. Bertemu
dengan orang-orang yang kita cintai, juga yang kita benci. Segala hal yang
berjodoh dengan kita, akan kita temui dalam proses menunggu.
Maka,
kita tak ubahya berada dalam satu ruang tunggu, bersama orang-orang yang tidak
pernah kita kenal sebelumya. Sama-sama menunggu, sama-sama cemas, sama-sama
membayangkan hal-hal yang akan datang, dan sama-sama menggunggu kepastian yang
tidak pasti.
Kita
menunggu kematian yang pasti akan datang, tapi kita tidak tau pasti datangnya.
Menunggu kepastian hidup setelah mati yang tidak pasti dimana dan bagaimana
kondisinya. Maka, untuk hal-hal yang tidak kita ketahui pasti, kita hanya perlu
pasrah.
Ruang tunggu akan seperti ruang hampa yang sempit, jika kau hanya
memikirkan dirimu sendiri. Ia akan mematikan fungsi otak dan meliarkan diri
kita, kemudian kita mati dibuatnya.
Sedangkan
ketika kita sadar bahwa kita hidup bersama-sama di ruang tunggu ini, dengan
orang yang berbagai macam modelnya, maka kita akan berusaha menyipatakan ruang,
untuk sekadar “bernafas” dan bergerak, sehingga hidup akan lestari, walau raga
yang disemati nama-nama itu telah mati. Menuju kehidupan yang abadi.
Begitulah.
0 Komentar