Kalau
berangkat ke pagelaran layar tancap dulu, selain tak lupa bawa sarung, yang
juga tak boleh lupa adalah bawa uang, meksi hanya 500 rupiah. Itu penting untuk
eksistensi kita sebagai bagian dari penonton. Uang itu bisa dibelikan kacang
murah-murahan yang dijual ibu-ibu tua di pinggiran area nonton bioskop
tradisional. Kacang itu, selain makin bikin seru, juga wasilah penangkal agar tidak tertidur ketika menonton.
Kacang
500 rupiah waktu itu bisa bertahan sampai layar tancap selesai. Nah, kronologi
kacang menjadi wasilah penghalang ngantuk menyerang adalah sebab kita sibuk menguliti
dan mengunyah kacang. Aktifitas tak bisa diam itu bikin ngantuk enggan mampir
dan memilih singgah di penonton sebelah yang terlalu serius menghayati cerita hingga
tertidur.
Jika
ada pegalaran seperti itu, para pedagang kacang tersenyum dengan lebar. Asal
tak dipalak preman dengan dalih uang keamanan, senyum mereka tentu bukan buatan dan tidak
berbau manipulasi. Senyum yang dibawa sampai rumah, tak lupa juga dibawa tidur.
Dan
sungguh luar biasa, tanpa aba-aba dan tanpa ba-bi-bu, orang indonesia kini
“mengutuk” mobil jepang jadi kacang. Beberapa waktu lalu, tatkala dolar sedang
naik-naiknya. Ada informasi yang berhembus bahwa di sebuah pemeran, mobil
limited habis tanpa sisa tidak lebih satu hari. Sekali lagi, mobil limited. Mobil
limited yang tentu saja dibeli oleh orang-orang yang punya uang terhitung unlimited.
Di
tahun 2015, hal in juga pernah terjadi. Dolar sedang naik. Tapi disaat yang
sama, Honda mengeluarkan varian mobil baru, pertama kali muncul dalam Gaikindo
Indonesia International Auto Show (GIIAS), 20-30 Agustus 2015. Saat itu, moda
roda empat tersebut masih berupa prototipe. Tapi betapa luar biasanya, pemesan
(inden) mobil berjuluk HONDA BR-V yang tidak limited itu sudah mencapai 4.500.
Padahal baru akan diluncurkan secara resmi di Indonesia tahun berikutnya. Itu
terjadi beberapa tahun lalu. Saya membacanya di koran bekas yang saya tumpuk.
Dan sampai saat ini, hal-hal macam membeli mobil ini naga-naganya toh juga
masih banyak pelakunya. Tak peduli dolar naik, mobil tetap saja bak “kacang”.
Tak
lengkap dan tak salah rasanya kalau kita menganggap mobil jepang dikutuk jadi
kacang. 4.500 pesanan jelas bukan angka yang sedikit untuk sebuah barang
berharga jutaan. Harga mobil itu kisaran angka 200-300 juta. Itu baru satu
jenis lho. Belum mobil-mobil lain yang pastilah juga tak sedikit
pembelinya.
Tentu
ini kontradiksi yang menyakitkan. Sebab masih banyak orang-orang terseok-seok
hidupnya untuk menyambung hidup dan mengisi perut. Anak-anak yang masih banyak
mengisi waktu untuk ikut berjuang melanjutkan kehidupan keluarga esok hari. Dan
di sisi lain, uang sebesar itu digunakan untuk sesuatu yang jika mau jujur, kemungkinan
sama sekali tidak primer.
Gila
benar orang indonesia, mengutuk barang tak tanggung-tanggung. Kalau mengutuk
buku jadi kacang dan laris manis, masih maklum. Tapi ini bukan buku. Ini mobil!
Mobil, wok!
0 Komentar