Hidup di
kehidupan manusia selalu dihadapkan pada pertempuran yang terus-menerus.
Pertempuran terhadap diri sendiri.
Pergolakan
batin sebuah proses pasti yang pernah dirasakan oleh setiap manusia yang hidup
di dunia ini. Dikarenakan, hidup di dunia diliputi oleh ruang dan waktu.
Dengan
demikian, perubahan demi perubahan terus terjadi sampai seseorang itu dijemput
oleh mautnya.
Itulah
sebabnya, banyak manusia yang “gagal paham” di kehidupannya. Karena melalaikan
peran Gusti Alloh yang mutlak dalam hidupnya.
Lemahnya
iman, menjadikan seseorang tidak memiliki keyakinan yang kuat terhadap Gusti
Alloh yang Mahakuasa. Akibatnya, banyak manusia mendadak berubah menjadi
serakah sebab tidak memraktikkan akhlak-adab zuhud sebagai perwujudan kuatnya
keyakinan dengan Gusti Alloh.
Kuncinya,
dahulukan iman kepada Alloh untuk menghadapi apa saja yang terjadi di kehidupan
ini.
Abu Nuwas
tampak “lucu” sewaktu menghadapi setiap fenomena hidupnya. Padahal, ia seprang
ulama’ yang teguh terhadap pendirian dalam memegang prinsip ilmu pengetahuan
diniah.
Lalu,
dunia mengenalnya Abu Nuwas sebagai sosok yang jenaka. Yang mengajak orang
untuk menertawakan diri sendiri.
Banyak
orang hatinya terhibur karena kelucuan sekaligus keluguannya.
Sosok Abu
Nuwas menjadi tokoh yang dapat membuat orang lain hidupnya adem, ayem, jenjlem.
Hati menjadi tenang. Hidup menjadi senang. Melalui berbagai kelucuan nalar
pikir “jumpductive” yang terkesan mendadak dan melompat-lompat.
Namun,
berbagai fenomena yang muncul dapat ia selesaikan secara bil-hikmah.
Sejatinya,
yang namanya bingung, gelisah, cemas, panik, gamang, terombang-ambing, ada rasa
yang tidak menentu. Menjadi tanda jika seseorang itu dominan pada otak kirinya.
Sehingga sulit ia menemukan kedamaian hati, akhirnya ia sulit berdamai dengan
diri sendiri.
Laksana
orang berenang, apa yang terjadi tersebut. Sebab berada di posisi atas air yang
banyak riakan akibat gelombang dan arus air.
Apabila
kondisi tersebut tidak terkendali. Maka, ia menjadi orang yang panik. Tidak ada
cara yang tepat untuk mengatasi kecuali dengan menenangkan diri.
Cara
menenangkan diri adalah melalui berbagai tindakan nyata, seperti mengendalikan
nafas sewaktu bernafas.
Azzamnya
tidak lain adalah mendapatkan konsentrasi yang penuh. Sehingga benar-benar
fokus.
Karenanya,
alfaqir selalu mengajak diri sendiri untuk menda’imkan dzikrulloh dan
dzikrul-maut sewaktu bernafas.
Maka,
alfaqir secara periodik melatih diri sendiri dengan model bernafas lambat,
bernafas mendalam (bernapas dengan perut), dan menahan nafas beberapa waktu.
Menahan
napas merupakan model termurah yang optimal untuk memutuskan problematika awal.
Yakni, memutuskan sikap bahwa kita tidak mau mengikuti permainannya.
Sewaktu
membaca tulisan ini, jangan sekadar membaca. Namun, langsung praktikkan,
sehingga dapat langsung merasakan efeknya.
Hanya
membaca saja tidak dapat mengendap lama di dalam jiwa. Berbeda jika langsung
praktik, tubuh dan jiwa dapat langsung mengecap pengalaman seraya mengingatnya
lebih lama.
Selama
beberapa detik sewaktu menahan nafas. Dapat menurunkan frekuensi gelombang
otak. Utamanya otak kiri.
Memang
dibutuhkan waktu untuk berlatih, membiasakan diri, dan memrogram pikiran bawah
sadar (albasa) untuk menerima perintah yang baru, misalnya,
"Setiap
kali pikiranku mulai merembet kemana-mana. Waktu itu juga aku mulai menyadari
nafasku, dan langsung memerlambat nafasku"
Boleh
juga, misalnya,
"Setiap
kali emosiku mulai terpancing. Waktu itu juga aku menyadari nafasku dan menahan
nafasku selama 30 detik"
Ingat,
semakin terlatih dan dapat masuk ke kedalaman waktu walau sesingkat mungkin.
Kerja batin kita mulai menjadi lebih dominan daripada pikiran. Dan, kita dapat
lebih mudah mendengarkan suara hati melalui berbagai intensi.
Ini yang alfaqir
maksud dengan tidak perlu mencari solusi ke mana-mana. Sebab, nasihat dan
solusi sudah melesat berada di dalam hati kita sendiri.
Kita
hanya perlu berlatih sesering mungkin “menyelam ke dalam”, bukan sekadar
bermain-main di atasnya.
Ini
sebuah pengalaman batin yang menyenangkan, hanya mungkin kalian belum terbiasa
melakukan.
Yang
kalian butuhkan hanya proses membiasakan diri. Lakukan dan lakukan!
Sekali
melakukannya dan menyadari betapa membahagiakan batin menjadi tenang. Kalian
paham ke mana harus pergi mendapatkannya lagi secara berulang-ulang.
Mari kita
renungkan berbagai nasihat leluhur Bangsa Jawa di bawah ini:
{}
Menungso kuwi dititah
podho. Ananging yen masalah bondo dijatah bedo. Mulo menungso iku wajibe mung
ngupoyo karo ndungo.
{}
Entuk rejeki sepiro wae
atine sing nrimo. Ora usah meri karo tonggo lan konco.
{}
Akeh wong stress. Amergo
uripe ora beres. Rino wengi mung mburu dunyo. Banjur lali marang Kang
Mohokuwoso.
{}
Ojo podho ngresulo mundhak
didohi upo. Wong yen nrimo umure dowo. Wong suloyo uripe rekoso.
{}
Wong sabar, rejekine mesti
jembar. Wong ngallah, uripe mesti barokah.
{}
Sopo jujur, uripe makmur.
Sopo titen, tlaten, open tembe mburi mesti panen.
{}
Wong sombong, ngamale
kobong.
{}
Jaman wis tuwo. Akeh
manungso podo angel ditoto tuntunane agomo. Senengane malah podho gawe duso.
Tumindak olo saben dino podho ora kroso. Sithik-sithik ora ketoro. Suwe-suwe
dadi cetho.
{}
Sing podho ati-ati lan
waspodo. Menowo siro ngobrol karo konco. Ngrasani tonggo ngojah alane wong
liyo. Kadhang ora rumongso awake wus gawe duso.
{}
Urip biasa-biasa wae. Ora
usah neko-neko. Ojo dumeh. Ojo dupeh. Ojo adigang adigung lan adi guno. Dadiyo
siro iro rumongso, ojo dadi suro uwong kang rumongso iso.
{}
Urip iki ono wektune. Ora
usah ngoyo. Alamate wis digawe jelas dening Gusti Alloh. Mulo eling pati iku
kudu didadekno kuwajiban kito.
{}
Sopo seneng wéwéh uripé yo
luwéh-luwéh. Sopo mèdit pècirit.
0 Komentar