Dalam peta stratifikasi dunia, negara
kita, negara kesatuan republik Indonesia termasuk atau dimasukkan ke dalam
strata negara dunia ketiga atau dengan bahasa yang lebih sopan disebut negara
berkembang. Stratifikasi ini didasarkan pada kekuatan ekonomi, kemajuan
teknologi, mutu pendidikan, kualitas sdm, kelengkapan fasilitas publik,
keteraturan birokrasi dan segala parameter yang bersifat materialistik lainnya.
Dari parameter ini negara negara baratlah yang menjadi negara dunia kesatu atau
negara maju.
Namun, adanya stratifikasi tersebut
tidaklah perlu kita berkecil hati atau bahkan merasa rendah diri. karena memang
itu sangatlah tidak perlu. Karena stratifikasi itu buatan mereka disamping, itu
hanyalah stratifikasi yang sifatnya duniawi. Dunia yang hanya permainan. Dunia
yang hanya kesenangan yang menipu, seperti yang sering telah Alloh firmankan
dalam kitab suci-Nya.
Akan saya nukil dialog antara istri yang
berprofesi sebagai jurnalis dengan suaminya dalam sebuah novel karya penulis
kenamaan paolo cuelho berjudul zahir. Dari dialog tersebut kiranya bisa
memberikan gambaran lain, bahwa ada hal penting, yang hilang dibalik sesuatu
yang disebut kemajuan negara barat, bahwa kemajuan tersebut adalah kemajuan
yang semu.
Berikut nukilannya
Istri berkata: Aku
memiliki segalanya. Tapi aku tidak bahagia. Dan aku bukanlah satu-satunya yang
merasa demikian. selama bertahun-tahun aku sudah mewawancarai segala macam
manusia, yang kaya raya yang miskin, yang berkuasa, yang hidup seadanya, yang
terkenal, yang tidak dikenal. Aku sudah melihat kepahitan tanpa batas di mata
setiap orang. Kesedihan yang tidak selalu diakui oleh setiap orang. Tetapi ada
di sana. Tak peduli apa pun yang mereka katakan.
Suami bertanya:
Jadi menurutmu tak ada orang yang bahagia?
Istri menjawab: orang
orang memang tampak bahagia, tapi sebetulnya mereka tidak pernah memikirkan hal
itu dengan sungguh sungguh. Mereka membuat rencana untuk punya keluarga, rumah,
kendaraan dan sebagainya. Mereka sibuk dengan itu semua dan sekuat tenaga
bahkan membabi buta berusaha untuk mewujudkannya. Memang terkadang mereka
berhasil mendapatkan itu semua. Memiliki keluarga ideal, rumah megah, mobil
mewah. Mereka mengira itulah arti hidup ini. Dan kebanyakan tidak pernah
mempertanyakan hal itu. Tapi mata mereka menyorotkan kesedihan yang bahkan
tidak mereka sadari ada di dalam jiwa mereka. Apakah kau juga merasa demikian?
Tidak tahu. Jawab
suami
Istri meneruskan;
Begitulah jawaban kebanyakan orang. Aku tidak tahu apakah semua orang tidak
bahagia. Yang aku tahu mereka semua sibuk kerja lembur, khawatir tentang anak
anak mereka, pasangan mereka, karier mereka, gelar mereka, apa yang akan mereka
kerjakan besok. Apa yang perlu mereka beli, apa yang perlu mereka miliki agar
tidak merasa rendah diri dan seterusnya dan seterusnya. Namun tetap saja mereka
tidak bahagia.
Dari nukilan di
atas kita tahu bahwa kemajuan peradaban barat yang hanya bersifat materialistis
atau duniawiyah tidak bisa memberi kebahagiaan. Namun, secara sadar atau tidak
sadar justru sebagian dari kita, bangsa Indonesia termasuk didalamnya umat
islam berusaha untuk mengikuti standar kemajuan yang bersifat materialistis
atau duniawiyah, meskipun kita tahu itu parameter yang menipu. Padahal, agama
islam mempunyai arah dan standar yang berbeda tentang kemajuan. Seperti
yang sering dinasihatkan Romo Guru kami bahwa kunci kejayaan islam adalah zuhud
dan yakin. Melalui zuhud kita bisa menghindarkan hati dari keterpautan berlebih
dengan kesenangan dunia yang menipu. Dan melalui sikap yakin kita bisa menerima
bahwa segala keadaan yang kita alami merupakan mutlak ketentuan dari Alloh yang
pasti serba baik.
Jika kita pernah
mendengar nubuat yang menyebutkan bahwa di akhir zaman islam akan berjaya
seperti di awal kemunculannya, itu bukanlah karena kemajuan ekonomi, teknologi
dan sebagainya. Tetapi lebih pada kebangkitan kesadaran untuk menguatkan sikap
zuhud dan yakin seperti yang diamalkan oleh umat islam terdahulu.
Wallahu a’lam.
0 Komentar