Ketahulia, ilmu itu ada dua
macam; ilmu syar’i dan ilmu ‘aqli (rasional). Bagi orang yang telah
menguasai ilmu, kebanyakan ilmu syar’i itu rasional. Dan menurut sebagian ahli
makrifat, sebagian besar ilmu rasional itu bersifat syar’i , sebagaimana alloh
swt. Berfirman,
وَمَنْ
لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ
‘’ (dan) barang siapa yang
tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh alloh tiadalah dia mempunyai cahaya
sedikitpun.’’ (QS. An-nur [24]:40)
Ilmu manusia itu bisa diperoleh
melalui dua jalan: pertama, pengajaran manusia; kedua, pengajaran tuhan.
cara pertama adalah cara yang suda lazim dan jalan yang bisa di indra serta diakui oleh semua orang berakal. Belajar adalah pencarian faidah oleh individu dari individu partikular dan belajar sama halnya dengan mengusahakan benda-benda dari potensi menjadi aksi. Begitu pulah pengajaran berarti berusaha mengeluarkan benda-benda tersebut dari potensi menjadi aksi sehingah jiwa pembelajar akan menyerupai dan mendekati jiwa pengajar. Jadi , dalam menyampaikan ilmu, orang berilmu itu laksana orang yang menanam , sementara orang yang belajar seperti tatkalah mengambil faidah itu seperti bumi.
cara pertama adalah cara yang suda lazim dan jalan yang bisa di indra serta diakui oleh semua orang berakal. Belajar adalah pencarian faidah oleh individu dari individu partikular dan belajar sama halnya dengan mengusahakan benda-benda dari potensi menjadi aksi. Begitu pulah pengajaran berarti berusaha mengeluarkan benda-benda tersebut dari potensi menjadi aksi sehingah jiwa pembelajar akan menyerupai dan mendekati jiwa pengajar. Jadi , dalam menyampaikan ilmu, orang berilmu itu laksana orang yang menanam , sementara orang yang belajar seperti tatkalah mengambil faidah itu seperti bumi.
Dalam khazanah Islam banyak
kitab-kitab yang memiliki kecenderungan sama dengan Ta’līm
al-Muta’allim, dan lebih dahulu dibanding kitab yang
ditulis oleh al-Zarnuji itu, misalnya, al-Targhib fi al-Ilmi karya
Ismail al-Muzani (wafat 264 H), Bidayat
al-Hidayah dan Minhāj al-Muta’alim karya Imam al-Ghazali
(wafat 505 H). Namun, Ta’līm al-Muta’allim jauh
lebih mengakar di kalangan pondok pesantren dibanding kitab-kitab
tentang etika mencari ilmu yang lain, sekalipun periode penyusunannya jauh
lebih dahulu dibanding Ta’līm al-Muta’allim. Bandingkan
antara Ta’līm al-Muta’allim yang disusun pada akhir abad ke-7
H dengan al-Targhib fi al-Ilmi yang dikarang pada
pertengahan abad ke-3 H.
Pada dasarnya ada beberapa
konsep pendidikan al-Zarnuji yang banyak berpengaruh di pesantren: (1)
motivasi penghargaan yang besar terhadap ilmu pengetahuan dan ulama; (2)
konsep filter terhadap ilmu pengetahuan dan ulama; (3) konsep
transmisi pengetahuan yang cenderung pada hafalan; (4) kiat-kiat optimilasi potensi
otak, baik dalam terapi alamiyah atau moral-psikologis.
Poin-poin ini semuanya
disampaikan oleh al-Zarnuji dalam konteks moral yang ketat. Maka, dalam banyak
hal, ia tidak hanya berbicara tentang etika pendidikan dalam
bentuk motivasi, tapi juga pengejawantahannya dalam bentuk-bentuk teknis. Ta’līm
al-Muta’allim tidak hanya memberikan dorongan moral agar murid menghormati
guru, belajar dengan sungguh-sungguh, atau menghargai ilmu pengetahuan.
Tetapi, Ta’līm al-Muta’allim juga sudah jauh terlibat dalam
mengatur bagaimana bentuk aplikatifnya, seperti seberapa
jarak ideal antara murid dan guru, bagaimana bentuk dan warna
tulisan, bagaimana cara orang menghafal, bagaimana cara berpakaian
seorang ilmuwan dan lain sebagainya.
Riwayat singkat Imam
Burhanuddin islam az-Zarnuji
Nama lengkap dari pengarang
kitab Ta’lim al-Muta’allim adalah Burhanuddin islam az-Zarnuji. Namun yang
dikenal luas hanya az-Zarnuji, disebabkan karena pada kitab Ta’lim
al-Muta’allim sendiri hanya ditulis demikian dan juga pada kitab Syarah Ta’lim
al-Muta’allim yang dikarang oleh Syeikh Ibrahim bin Ismail tidak menyebutkan
sama sekali nama lengkap dari az-Zarnuji. Tetapi ada pula yang menyebutkannya
bahwa nama lengkap az-Zarnuji adalah Nu’man bin Ibrahim ibn Khalil az-Zarnuji
Taj ad-Din sebagaimana yang ditulis oleh al-Zarkeli dalam kitabnya al-A’lam
(Tokoh-tokoh).
Sedangkan Djudi dalam tesisnya
“Konsep Belajar Menurut Az-Zarnuji; Kajian Psikologi-Etik KItab Ta’lim
Al-Muta’allim”, menerangkan bahwa terdapat beberapa perbedaan para penulis atau
peneliti dalam penyebutan nama lengkap az-Zarnuji yang antara lain menyebutkan
az-Zarnuji adalah Burhanul Islam az-Zarnuji dan ada juga yang menyebutkannya
Burhanuddin al-Islam az-Zarnuji. Adapun penulis pada hal ini menggunakan yang
pertama yaitu Syekh Burhanuddin az-Zarnuji sebagaimana yang telah ditulis oleh
Hasan Langgulung.
Mengenai sejarah kehidupan
Burhanuddin islam az-Zarnuji sampai saat ini masih belum ada peneliti yang
menerangkan kapan Burhanuddin az-Zarnuji dilahirkan. Adapun tentang
kewafatannya Burhanuddin islam az-Zarnuji wafat pada tahun 591 H/1195
M. Sedangkan mengenai asal Burhanuddin az-Zarnuji Mochtar Affandi dalam
tesisnya ”The Method of Muslim Learning as Illustrated in Al Zarnuji’s Ta’lim
al Muta’allim (1990)” mengatakan bahwa asal dari Burhanuddin az-Zarnuji dilihat
dari nisbah namanya az-Zarnuji, berarti az-Zarnuji berasal dari wilayah Zarandj
yang merupakan sebuah kota di Sidjistan pada abad pertengahan yang sekarang
dikenal dengan Afganistan.
Pendapat tentang tempat asal
az-Zarnuji dari Afganistan karena tidak ada referensi yang menyatakan bahwa
az-Zarnuji berasal dari bangsa Arab. Walaupun apabila dilihat dari karyanya
kitab Ta’lim al-Muta’allim menggunakan bahasa Arab hal tersebut tidak dapat
dijadikan patokan bahwa az-Zarnuji berasal dari bangsa Arab. Karena banyak
sekali para ulama ulama non Arab yang juga menuliskan karya-karyanya dengan
menggunakan bahasa Arab, seperti kitab Tafsir Munir yang sering disebut sebagai
Tafsir Marah Labid yang menggunakan bahasa Arab merupakan karangan Syekh
Muhammad Nawawi yang berasal dari Indonesia.
Afganistan sendiri merupakan
salah satu wilayah penyebaran Islam dari Dinasti Ghaznawiyah yang berdiri sejak
tahun 350 H. pada zaman bani Ghaznawiyah ini pembangunan dan kemajuan bidang
ilmu pengetahuan mengalami kemajuan sehingga tidak kalah dengan daerah daerah
sekitar seperti bukhara. Maka hal tersebut sangat mempengaruhi perkembangan
intelektual az-Zarnuji.
Az-Zarnuji sendiri menetap di
Khurasan dan Transoxania pada akhir abad ke -12 dan menjadi seorang ahli mazhab
Hanafi. Hal ini senada dengan pendapat Djudi bahwa Burhanuddin az-Zarnuji
adalah seorang pengikut mazhab Hanafi. Adapun mazhab Hanafi tersebut banyak
dianut oleh orang orang Turki dan keturunannya, seperti Turkistan, Pakistan,
dan Afganistan. Ciri utama mazhab ini adalah mengandalkan ro’yi (fikir) dan
analogi (secara kias). Oleh sebab itu dimungkinkan Az-Zarnuji sebagai orang
yang banyak mengandalkan akal di sampaing Al-qur’an dan Al-hadits dalam
memaparkan argumentasinya. Maka dari itu para peneliti mengkatagorikan bahwa
az-Zarnuji sebagai seorang filosof.
Mengenai riwayat pendidikan
az-Zarnuji memulai menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkand yang saat itu menjadi
kota pusat kegiatan keilmuan. Karena pada saat itu masjid-masjid di kota
tersebut dijadikan sebagai lembaga-lembaga pendidikan. Salah satu dari
lembaga-lembaga pendidikan tersebut di asuh oleh Burhanuddin al-Marginani
seorang ahli mazhaf Hanafi yang telah mengarang kitab al-Hidayah Fi Furu’
al-Fiqh yang kemudian dikenal sebagai guru utama az-Zarnuji.
Selain itu guru-guru az-Zarnuji
yang terkenal adalah Nizamuddin bin Burhanuddin Al-Marginani yang merupakan
anak dari Burhanuddin Al-Marginani, Syamsuddin Abdul Wadji Muhammad bin
Muhammad bin Abdussatar al-Amidi.
Selain itu masih banyak
ulama-ulama yang menjadi guru az-Zarnuji sebagaimana yang dapat kita lihat dari
pendapat-pendapat mereka diangkat di dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim. Adapun
beberapa guru-guru az-Zarnuji adalah sebagai berikut:
1. Ali bin Abi Bakar bin Abdul Jalil al-Farghoni al-Marghirani ar-Rusytani;
2. Ruknul Islam Muhammad bin Abi Bakar, Ahli Fikih, sastra dan syair, wafat tahun 573 H/ 1177 M;
3. Hamad bin Ibrahim; ahli Fikih, sastra dan ilmu kalam, wafat tahun 576 H/ 1180M;
4. Fakhruddin al-Kasyani, wafat 587 H / 1191 M;
5. Fakhruddin al-hasan bin Mansur yang dikenal dengan Qadi Khan, wafat Ramadhan 592 H;
6. Ruknuddin al-Farghani, ahli fiqih, sastra dan syair, wafat tahun 594 H/ 1098 M.
7. al-Imam Sadiduddin Asy-Syirazi.
1. Ali bin Abi Bakar bin Abdul Jalil al-Farghoni al-Marghirani ar-Rusytani;
2. Ruknul Islam Muhammad bin Abi Bakar, Ahli Fikih, sastra dan syair, wafat tahun 573 H/ 1177 M;
3. Hamad bin Ibrahim; ahli Fikih, sastra dan ilmu kalam, wafat tahun 576 H/ 1180M;
4. Fakhruddin al-Kasyani, wafat 587 H / 1191 M;
5. Fakhruddin al-hasan bin Mansur yang dikenal dengan Qadi Khan, wafat Ramadhan 592 H;
6. Ruknuddin al-Farghani, ahli fiqih, sastra dan syair, wafat tahun 594 H/ 1098 M.
7. al-Imam Sadiduddin Asy-Syirazi.
Melihat dari banyaknya
guru-guru az-Zarnuji yang mempunyai keahlian keahlian dibidangnya yang
berbeda-beda memungkinkan bahwa az-Zarnuji sendiri tidak hanya ahli dalam
bidang pendidikan saja, tetapi juga ahli dalam bidang bidang lain, seperti
fikih, sastra, syair dan lain lain.
0 Komentar