Pemerintah
Kota Surabaya menggelar acara Isro’ Mi’roj yang diselenggarakan bersama Pegawai
Pemerintah Kota Surabaya. Sekitar 400 orang hadir dalam acara yang digelar di
Grha Sawunggaling tersebut. Bu Risma yang sedianya hadir dalam acara tersebut,
berhalangan karena ada acara mendadak. Beliau mewakilkan acara kepada Kepala Badan Inspektorat Surabaya, Sigit
Suharsono untuk membacakan sambutan dari Walikota Surabaya.
Dalam sambutan tersebut, beliau menyatakan, “Oleh-oleh dari
Isro’ Misroj yang dilakukan oleh Rosululloh saw. adalah solat. Kita mafhum
dengan hal tersebut. Dan kalimat yang paling banyak dibaca di dalam solat
adalah takbir. Bukti bahwa kita adalah hambaNYA dan lemah di hadapanNYA. Tapi di
dalam solat, kita mengakhirinya dengan salam ke kanan dan ke kiri. Menebar salam.
Menebar kedamaian. Menebar kebaikan kepada sesama. Maka solat kita juga harus
menumbuhkan rasa bersaudara dan peduli dengan sesama”
Abuya Miftahul Luthfi Muhammad yang didapuk sebagai
pemberi tausiah pun juga mengatakan hal senada. Kita mesti sadar bahwa ajaran
islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk berbuat baik kepada sesama manusia. Tanpa
memandang latar belakang agama. Semua orang berhak untuk mendapatkan naungan
kebaikan yang ditebar oleh umat islam.
Lebih dari itu, beliau mengatakan bahwa sudah
selayaknya kita ikut andil dalam membangun keharmonisan di dalam masyarakat. “Apalagi
panjenengan yang hadir disini merupakan orang-orang yang mendapatkan mandat
menjadi pejabat. Menjadi pembantu rakyat. Menjadi tokoh di dalam masyarakat. Sudah
selayaknya penjenengan semua menjadi bagian dari contoh baik masyakarat muslim yang
merekatkan satu sama lain. Membangun keharmonisan di dalam masyarakat”.
Semua hal
tersebut merupakan bagian dari kodrat titah diciptakannya kita sebagai manusia
dan konsekuensi yang mesti diemban. Manusia sendiri, menurut pengasuh Pondok
Pesantren Tambak Bening tersebut, belum mendapatkan definisi secara pasti
siapakah sebenarnya. Tidak ada yang bisa mendefinisikan secara pasti. Yang pasti,
kata beliau, kita potensi untuk menjadi manusia yang unggul, yang taqwîm,
serta punya potensi untuk menjadi orang yang paling hina, asfal.
Mengenai asfal,
beliau mengatakan bahwa kata tersebut telah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Biasa
disebut dengan aspal. Yakni salah satu jenis tambang yang berada di bawah. Di tempat
yang rendah. Dan sebeneranya, bahasa Indonesia banyak sekali menyerap kata dari
bahasa arob, seperti rakyat yang berasal dari kata ru’ayat, dewan yang berasal
dari kata diwan, majelis yang berasal dari kata jalasa yang bermakna
duduk. Majelis sendiri makna aslinya adalah tempat duduk. “Kita ini banyak
menyerap banyak kata dari bahasa Arab, kita saja yang banyak tidak sadar”.
0 Komentar